1.
Pengertian
Tilakkhana adalah tiga corak umum atau universal,
menyeluruh, adalah kenyataan alam yang dihubungkandengan seluruh keberadaan
walaupun berbeda ruang dan waktu. Tiga corak umum memberikan sifat sejati dari
semua benda. Buddha mengajarkan bahwa semua keberadaan yang berkondisi
terpengaruh oleh tiga corak umum.
2.
Isi
Tilakkhana
Hukum
Tilakkhana ini termasuk hukum kesunyutaan yang berlaku dimana-mana dan pada setiap
waktu. Tilakkhana terdiri dari
1.
Anicca
Adalah
ketidak kekalan, segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak kekal, selalu
berubah. Segala sesuatu yang berkondisi selalu diliputi oleh tiga rangkaian
ketidak kekalan berikut ini; uppada à
thiti à
bhanga. Yaitu terlihat munculnya, terlihat perubahannya, terlihat lenyapnya.
Fakta
mengenai ketidakkekalan berarti bahwa realitas tidak pernah dalam keadaan tetap
melainkan seluruhnya dinamis, dan bahkan ilmu pengetahuan modern pun menyadari
bahwa ini merupakan sifat dunia yang utama tanpa adanya pengecualian. Dalam
ajaran – Nya mengenai realitas yang dinamis, Buddha memberikan kepada kita
kunci utama untuk membuka pintu mana pun yang kita inginkan. Dunia modern
menggunakan kunci utama yang sama, tetapi hanya untuk kemajuan materiil, dan
pintu demi pintu terbuka dengan keberhasilan yang mengagumkan.
Perubahan
atau ketidakkekalan adalah sifat yang terpenting dari semua fenomena kehidupan.
Kita tidak dapat mengatakan bahwa barang apa pun, hidup atau mati, organic atau
anorganik, “ini adalah abadi.“ Bahkan sementara kita membicarakannya, perubahan
sedang berlangsung. Semua ini berlalu dengan cepat : keindahan bunga, kicau
burung, dengungan lebah, dan keagungan matahari yang terbenam.
“Misalkan
engkau sedang memandang indahnya matahari yang terbenam. Seluruh langit di
sebelah barat memancarkan cahaya yang berwarna merah : tetapi engkau sadar
bahwa dalam setengah jam semua warna yang cerah ini berangsur – angsur akan
hilang dari hadapan matamu, walaupun matamu tidak dapat mengenali sebelumnya
kesimpulan yang beralasan itu. Dan apakah kesimpulannya ? Kesimpulannya adalah
engkau tidak pernah dapat menyebutkan ataupun membayangkan, melihat suatu warna
yang kekal, warna apapun yang sebenarnya bahkan untuk waktu yang paling singkat.
Dalam perjutaan detik seluruh keagungan dari langit yang terlukis mengalami
rangkaian perubahan yang tak terhitung banyaknya. Satu perubahan digantikan
dengan yang lain dengan kecepatan yang membuat semua pengukuran tertinggal,
karena proses itu tidak dapat diukur….. akal sehat menolak untuk menahan
periode tertentu dari pemandangan yang berlalu itu, atau untuk mengungkapkan
begitu, karena kalaupun ada yang berusaha, seketika hal itu sudah tiada. Ini
merupakan rangkaian perubahan warna yang cepat, tiada satu pun darinya tetap
ada, karena semuanya secara terus menerus lenyap menjadi yang lain. “
2.
Dukkha
Yaitu tidak memuaskan,
penderitaan. Segala sesuatu yang berkondisi adalah tidak memuaskan, menimbulkan
ketidakpuasan, dll. Terdapat tiga jenis dukkha yaitu; dukkha dukkha, viparinama
dukkha, sankhara dukkha.
-
Dukkha-dukkha ; yaitu
dukkha biasa, dukkha yang umum yang biasa kita lihat dan rasakan secara
langsung. Contoh; sakit, sedih, marah, kehilangan dengan yang dicintai,
mendapatkan yang tidak diharapkan, dll.
-
Viparinama dukkha ;
yaitu dukkha yang bersifat laten, yang terdapat dalam sesuatu yang
membahagiakan sekalipun. Dukkha ini merupakan dukkha yang dapat muncul
sewaktu-waktu tanpa bisa kita mencegahnya. Contoh; seseorang anak yang sangat
menginginkan sepatu baru pasti sangat bahagia jika mendapatkan sepatu seperti
yang diinginkannya, namun dia tidak dapat menyuruh sepatu itu untuk terus
bersamanya dan terus bagus selamanya. Suatu saat sepatu itu bisa hilang atau
rusak, dan dari situ muncullah dukkha. Inilah viparinama dukkha
-
Sankhara dukkha ; yaitu
dukkha sebagai akibat dari keadaan berkondisi. Ini bisa diartikan bahwa segala
sesuatu itu hanya bersifat semu semata, inilah sankhara dukkha. Dapat kita
renungkan pernyataan yang sering kita dengar dalam salah satu film Buddhis
“kosong adalah isi, isi adalah kosong”. Artinya kosong dari inti namun isi/ada
dari bentukan gabungan unsur-unsur pembentuknya.
3.
Anatta
Yaitu
tanpa inti, tanpa jiwa. Anatta ini ditujukan untuk menunjukkan bahwa tidak ada
roh atau jiwa yang kekal dalam diri manusia. Namun ini juga berlaku untuk semua
benda, tidakada satupun benda atau mahkluk di dunia ini yang memiliki inti.
Semua yang terbentuk merupakan gabungan dari unsure-unsur pembentuknya. Tidak
ada satu bendapun yang dapat berdiri sendiri dan jadi sendiri.
Ajaran agama Buddha
tentang tumimbal lahir ini harus dibedakan dari teori reinkarnasi yang
menyatakan perpindahan roh dan kelahiran kembali yang tetap. Agama Buddha
menolak adanya suatu roh kekal atau yang tidak berubah, yang diciptakan oleh
dewa yang maha kuasa atau yang keluar dari zat ilahi ( paramatma ).
Bila roh yang dianggap
sebagai inti manusia itu bersifat langgeng, maka tak akan terjadi suatu
perkembangan ataupun kemunduran. Di samping itu, orang tidak dapat mengerti
mengapa “ Berbagai roh dibentuk berbeda pada mulanya“.
Sang
Buddha telah mengetahui fakta-fakta
ini sekitar 2.500 tahun yang lalu. Menurut agama Buddha, kesadaran tidak lain
hanyalah suatu gabungan kompleks batin yang cepat berlalu. Satu unit kesadaran
terdiri dari tiga fase : timbul (Upad ), berkembang (Thit ) ,
dan lenyap (Bhang).
Segera
setelah fase-lenyap
dari satu saat pikiran berakhir, terjadilah fase-timbul pada saat pikiran berikutnya.
Setiap kesadaran dari proses kehidupan yang selalu berubah ini, setelah
berlalu, akan memindahkan seluruh tenaganya, seluruh rekaman kesan-kesan yang tak dapat
dihapus pada kesadaran penerusnya. Setiap kesadaran baru terdiri kesadaran
pendahulunya ditambah kesadaran yang baru. Karena itu, terdapat suatu aliran
kesadaran terus menerus seperti arus sungai. Saat pikiran berikutnya tidak
persis sama seperti pendahulunya, karena apa yang membentuknya tidak sama
ataupun sama sekali berbeda. Ia merupakan kelanjutan tenaga karma yang sama,
sehingga terdapat persamaan dalam proses.
Setiap
saat terjadi kelahiran, akan terjadi kematian. Timbulnya satu saat pikiran
berarti lenyapnya saat pikiran lain dan sebaliknya. Dalam perjalanan satu saat
kehidupan terjadi tumimbal-lahir
sementara tanpa roh.
Hal
tersebut tidak seharusnya dipahami bahwa kesadaran dipotong menjadi bagian-bagian yang
dirangkaikan bersama seperti sebuah kereta atau rantai. Tetapi sebaliknya, “Kesadaran
mengalir terus menerus ibarat sebuah sungai, yang terus menerus menerima
pertambahan arus dari anak sungai indria dan selalu membagikan kepada dunia
pikiran-pikiran yang telah
dikumpulkan di sepanjang jalan. Kesadaran memiliki kelahiran sebagai mata
airnya dan kematian sebagai muaranya. Arus kesadaran itu berlangsung demikian
cepatnya sehingga tak ada ukuran apa pun yang dapat dipergunakan untuk
mengukurnya walaupun hanya secara perkiraan. Akan tetapi, para komentator
berpendapat bahwa lamanya waktu dari satu gerakan pikiran kira-kira satu perjuta
bagian dari waktu yang diperlukan oleh cahaya kilat.
Di
sini kita dapatkan suatu penjajaran dari keadaan kesadaran yang begitu cepat
berlalu, bertentangan dengan anggapan sebagian orang. Sekali kesadaran telah
lenyap, ia tak akan kembali lagi serupa dengan apa yang telah lenyap
sebelumnya. Tetapi kita orang duniawi yang diliputi oleh kebodohan, salah
mengerti karena apa yang nampaknya tetap ini dianggap sebagai sesuatu yang
kekal dan malah menganggap bahwa kesadaran yang selalu berubah ini sebagai
suatu roh yang tidak berubah, suatu atta , sebagai pelaku dan
wadah dari semua perbuatan.
“
Apa yang disebut makhluk itu adalah misalnya seperti cahaya kilat yang berubah
menjadi rangkaian bunga api yang saling susul menyusul dengan kecepatan luar
biasa, sehingga mata manusia tidak dapat melihatnya satu persatu. Seperti roda
kereta yang terletak diatas tanah pada satu titik, demikian pula makhluk –
makhluk hanya hidup selama satu saat pikiran. Kehidupan selalu berada dalam
saat sekarang dan selalu tenggelam kedalam masa lalu yang tak dapat terulang
kembali. Keadaan kita dimasa yang akan datang ditentukan oleh saat pikiran
sekarang ini “.
Hubungan dari ketiga corak umum
Karena
segala sesuatu itu tidak memiliki ini (anatta),
maka tidak ada yang kekal, dan selalu berubah (anicca), maka jika dilekati akanmenimbulkan penderitaan (dukkha).
Setelah mengetahui pengertian dan
hubungan dari ketiga corak tersebut, hendaknya kita tidak lagi memiliki
kemelekatanyang berlebihan terhadap apapun, termasuk diri sendiri.
Semua paduan unsur,
yaitu segala sesuatu yang timbul sebagai akibat dari suatu sebab, dan yang pada
gilirannya kemudian menimbulkan akibat, dapat dinyatakan dalam satu kata
anicca, ketidakkekalan. Oleh karena itu, semua sifat hanyalah merupakan variasi
yang terbentuk dari paduan ketidakkekalan, penderitaan ( ketidakpuasan ), dan tanpa
diri atau inti : anicca, dukkha dan anatta.
Tidak kentara,
ketiga corak kehidupan tersebut tetap mengelabui dunia ini sampai Buddha
mengungkapkan sifatnya yang sejati. Pengungkapan itu membabarkan ketiga corak
ini, dan bagaimana melalui penembusan ketiganya secara lengkap seseorang
mencapai pembebasan pikiran – yang dimiliki oleh seorang Buddha. Ini merupakan
saripati seluruh ajaran para Buddha.
Walaupun konsep
anicca diterapkan pada semua benda yang tersusun dari paduan unsur dan
terkondisi, Buddha lebih menekankan pada apa yang disebut makhluk hidup, karena
masalahnya berhubungan dengan manusia dan bukan dengan benda mati. Seperti
seorang ahli anatomi yang memisahkan organ tubuh menjadi jaringan dan jaringan
menjadi sel, Buddha, Penganalisis ( vibhajjavadi ), menganalisis apa yang
disebut mahkluk hidup, “sankhara punja,“ himpunan proses, menjadi lima agregat
yang selalu berubah, dan membuatnya menjadi jelas bahwa tidak ada suatu yang
kekal, tidak ada yang selamanya abadi, dalam himpunan agregat ini (khandha –
santati). Himpunan agregat kehidupan itu adalah bentuk jasmani, perasaan,
pencerapan, bentuk – bentuk pikiran, kesadaran.
No comments:
Post a Comment