A. Karma
Karma adalah hukum sebab-akibat tentang perbuatan. Teori tentang karma merupakan salah satu ajaran dasar dalam agama Buddha. Akan tetapi, kepercayaan tentang karma telah ada dan lazim di India sebelum munculnya Buddha. Namun demikian, Buddhalah yang menjelaskan dan merumuskan ajaran ini dalam bentuk yang lengkap seperti yang ada sekarang.
Apa Itu Karma? Karma (Sanskerta) atau karma (Pali) berarti tindakan atau perbuatan. Semua tindakan yang disengaja, baik secara mental, verbal, maupun fisik dianggap sebagai karma. Hal ini meliputi semua yang termasuk dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan jasmani. Semua tindakan yang didasari kehendak baik dan buruk disebut karma. Tindakan yang dilakukan secara tidak sengaja, di luar kemauan, atau tanpa disadari, meskipun secara teknis dinyatakan sebagai perbuatan, namun tidak termasuk karma karena kehendak yang merupakan faktor terpenting dalam menentukan karma tidak ada.
Buddha menyatakan: “Aku nyatakan, oh para Bhikkhu, bahwa kehendak adalah karma. Dengan memiliki kehendak, seseorang melakukan perbuatan melalui badan jasmani, ucapan, dan pikiran”. (Anguttara Nikaya) Karma tidak hanya berarti perbuatan masa lampau. Karma meliputi perbuatan-perbuatan lampau dan sekarang. Tetapi juga harus dipahami bahwa kita yang sekarang tidak sepenuhnya merupakan hasil dari apa yang telah kita lakukan dulu; dan kita yang akan datang juga tidak mutlak merupakan hasil dari apa yang kita lakukan sekarang. Saat sekarang tidak diragukan adalah hasil dari masa lampau, dan akan menentukan masa depan.
Karma dan Vipaka
Karma adalah aksi, vipaka adalah reaksi. Bagaikan setiap benda pasti memiliki bayangan, demikian juga dengan setiap perbuatan yang disertai kehendak pasti diikuti oleh akibat yang bersesuaian. Karma seperti benih yang memiliki potensi untuk tumbuh. Vipaka dapat dianggap seperti buah yang muncul pada pohon sebagai akibat atau hasil. Seperti halnya karma ada yang bajik dan yang jahat, demikian pula dengan vipaka (buah atau hasil) ada yang baik ataupun buruk.
Vipaka dialami sebagai kegembiraan, kebahagiaan, ketidakbahagiaan, atau kesengsaraan, sesuai dengan sifat dari benih karma-nya. Buddha menyatakan dalam Samyutta Nikaya:
“Sesuai dengan benih yang kita tanam, demikianlah buah yang akan kita petik, Pembuat kebajikan akan menuai kebahagiaan, Pembuat kejahatan akan menuai kesengsaraan, Taburlah benihnya dan engkau yang akan merasakan buah daripadanya.”
Apa Penyebab Karma? Ketidaktahuan (avijja), tidak mengetahui segala sesuatu sebagaimana adanya adalah penyebab dari karma. Dalam hukum sebab-akibat yang saling bergantungan (paticcasamuppada), Buddha mengatakan, “Dari ketidaktahuan, timbul bentuk-bentuk karma (avijja paccaya sankhara).”
Semua perbuatan baik yang dilakukan ditunjang oleh tiga akar baik, yaitu tidak serakah (alobha), tidak membenci (adosa), dan kebijaksanaan (amoha). Adapun perbuatan jahat selalu ditunjang oleh tiga akar kejahatan, yaitu serakah (lobha), membenci (dosa), dan kebodohan batin (moha).
Mengapa Setiap Orang Berbeda? Berdasarkan pandangan Buddhis, perbedaan-perbedaan mental, intelektual, moral, dan watak, sebagian besar bergantung pada perbuatan (karma) masing-masing, baik pada saat lampau maupun pada saat sekarang. Meskipun Buddhisme mengaitkan fenomena keberagaman ini dengan karma sebagai penyebabnya, namun ini tidak berarti segala sesuatu terjadi hanya akibat karma lampau. Sang Buddha berkata:
“Menurut pandangan ini, oleh karena perbuatannya di masa lampau, seseorang menjadi pembunuh, pencuri, pendusta, pemfitnah, tamak, dengki, dan sesat. Oleh sebab itu, bagi mereka yang berpandangan bahwa perbuatan-perbuatan lampau sebagai satu-satunya penyebab, tidak akan ada keinginan, usaha maupun kebutuhan untuk melakukan suatu perbuatan, sebaliknya juga tidak akan ada keinginan, usaha, maupun kebutuhan untuk tidak melakukan suatu perbuatan.”
Buddha menyangkal kepercayaan yang menyatakan bahwa semua fenomena baik fisik maupun mental disebabkan semata-mata oleh karma masa lampau. Jika kehidupan saat ini dikondisikan atau dikendalikan sepenuhnya hanya oleh karma masa lampau, karma akan sama dengan fatalisme, nasib, atau takdir.
Klasifikasi Karma
1. Karma Berdasar Jenisnya
a. Karma Baik (Kusala Kamma) Dilakukan atas dasar mengurangi keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin
b. Karma Buruk (Akusala Kamma) Dilakukan atas dasar menambah keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin
2. Karma Berdasar Saluran Terjadinya
a. Karma melalui pikiran (Mano Kamma)
b. Karma melalui perbuatan jasmani (Kaya Kamma)
c. Karma melalui ucapan (Vacci Kamma)
3. Karma Berdasar Jangka Waktu Menimbulkan Akibat
a. Karma berakibat dalam satu kehidupan (ditthadhamma-vedaniya kamma)
b. Karma berakibat di satu kehidupan berikutnya (upajja-vedaniya kamma)
c. Karma berakibat beberapa kali kehidupan berturut-turut (aparapara-vedaniya kamma)
d. Karma yang akibatnya tidak efektif (ahosi kamma)
4. Karma Berdasar Sifat Bekerjanya
a. Karma yang mengondisikan kelahiran suatu makhluk di alam tertentu dan dalam kondisi tertentu (Janaka Kamma)
b. Karma yang mendorong akibat karma yang telah timbul (Upatthambhaka Kamma)
c. Karma yang menghambat akibat karma yang telah timbul (Upapilaka Kamma)
d. Karma yang menghancurkan akibat karma yang telah timbul (Upaghataka Kamma)
5. Karma Berdasar Kualitas Akibatnya
a. Karma yang sangat berat (Garuka Kamma)
b. Karma yang dilakukan sesaat sebelum meninggal (Asanna Kamma)
c. Karma yang menjadi kebiasaan karena seringnya dilakukan (Acinna Kamma/Bahula Kamma)
d. Karma yang dilakukan sepintas lalu (Katatta Kamma)
B. Kelahiran Kembali
Apakah ada kehidupan sebelum kelahiran? Akankah ada kehidupan setelah kematian? Teori agama Buddha mengenai kelahiran kembali atau tumimbal lahir (punabbhava) bersumber dari penerangan sempurna yang dicapai oleh Buddha dan bukan dari kepercayaan tradisional India. Sebagaimana dinyatakan dalam Mahasaccaka Sutta, Majjhima Nikaya, pada malam tercapainya penerangan sempurna, Buddha memperoleh kemampuan untuk mengetahui kehidupan-kehidupan-Nya yang lampau. Dengan menggunakan kemampuan mata batin (dibbacakkhu), Buddha dapat melihat antara lain, kelangsungan hidup dari makhluk hidup dalam berbagai keadaan kehidupan, setiap keadaan sesuai dengan karma atau perbuatannya.
Bukti Tumimbal Lahir Beberapa penemuan di bidang psikologi telah membuktikan bahwa di bawah pengaruh hipnotis, seseorang dapat ‘kembali’ ke masa kanak-kanak yang telah dialami sebelumnya, dan menyadari lagi pengalaman yang telah lama terkubur di bawah sadarnya. Ingatan tentang awal masa kecil, dan dalam beberapa kasus ingatan sebelum kelahiran, telah terbawa keluar dengan cara ini. Kenyataan-kenyataan ini telah dibuktikan.
Kemudian, ada pula kasus-kasus anak yang secara spontan dapat mengingat kembali ingatan-ingatan dari kehidupan mereka yang lampau tanpa pengaruh hipnotis. Terdapat juga bukti mengenai tumimbal lahir yang berasal dari penelitian dalam bidang spiritualisme. Agama Buddha menunjukkan bahwa seseorang dapat dilahirkan kembali di alam ‘halus’ sesuai dengan karma perbuatan orang itu.
Uji Konsep Tumimbal Lahir Terdapat empat hukum atau prinsip dasar yang harus diuji dalam usaha memahami kelahiran kembali. Pertama, hukum perubahan (anicca). Hukum ini menyatakan bahwa tidak ada satu pun di dunia ini yang kekal atau abadi. Dengan kata lain, segala sesuatu merupakan sasaran dari hukum perubahan yang universal dan tanpa henti. Ketika melihat air sungai, seseorang mungkin berpikir bahwa semuanya sama, tetapi tidak ada setetes air pun yang dilihat seseorang selalu sama dengan sesaat yang sebelumnya. Bahkan, seseorang yang terlihat diam tidaklah sama pada dua saat yang berurutan. Kita hidup dalam dunia yang selalu berubah sementara kita sendiri juga ikut mengalami perubahan. Ini merupakan hukum alam. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Buddha: “Segala sesuatu yang terjadi dari paduan unsur dan berkondisi, yang hidup atau mati, adalah tidak kekal (sabbe sankhara anicca)”.
Kedua, hukum pembentukan. Sementara hukum perubahan menyatakan bahwa tidak ada satu pun yang kekal, tetapi selalu mengalami perubahan, hukum pembentukan menyatakan bahwa segala sesuatu, setiap saat, mengalami proses pembentukan menjadi benda lain. Jadi, hukum pembentukan adalah akibat wajar atau kelanjutan yang sewajarnya dari hukum perubahan. Setiap saat segala sesuatu mengalami proses pembentukan menjadi sesuatu yang lain. Pembentukan yang tanpa henti merupakan ciri dari semua benda. Ciri inilah yang selalu ada mendasari segala perubahan. Ketiga, hukum kontinuitas. Hukum kontinuitas bergantung pada hukum pembentukan. Pembentukan menimbulkan kelanjutan, dan oleh karena itu, hukum kontinuitas merupakan akibat wajar, kelanjutan yang sewajarnya dari hukum pembentukan. Karena terdapat kelanjutan, seseorang tidak dapat melihat garis pemisah yang jelas antara satu kondisi dengan kondisi yang selanjutnya. Keempat, hukum aksi-reaksi. Hukum ini menyatakan bahwa setiap aksi pasti menghasilkan reaksi. Prinsip bahwa suatu hasil mengikuti suatu aksi ini diterapkan pada semua bentuk aksi, apakah aksi itu disebabkan alamiah atau karena manusia. Ini merupakan hukum universal yang diterapkan baik di dunia fisik maupun dunia mental. Hukum ini juga disebut hukum sebab dan akibat. Ketika hukum ini dihubungkan dengan perbuatan yang dilakukan oleh manusia, hukum ini disebut sebagai hukum karma.
Konteks Anak Kembar
Anak kembar yang berasal dari satu telur memiliki kesamaan keturunan dan kesamaan lingkungan. Namun, ahli psikologi telah meneliti bahwa mereka berbeda dalam sifat dan wataknya. Oleh karena itu, mungkin perbedaan ini disebabkan oleh faktor selain keturunan dan lingkungan, yaitu “pembawaan“ kepandaian yang lampau, dan tingkah laku dari kehidupan yang sebelumnya. Adanya anak jenius atau yang luar biasa kepandaiannya tidak dapat diterangkan dengan memuaskan dipandang dari segi keturunan atau lingkungan, hanya kepandaian bawaan dari satu kehidupan ke kehidupan lain yang dapat menjelaskan kasus-kasus khusus seperti itu. Ambillah contoh kasus kembar siam Chang dan Eng yang terkenal. Ini adalah kasus dengan kesamaan keturunan dan kesamaan lingkungan. Para ahli yang telah mempelajari tingkah laku mereka melaporkan bahwa keduanya memiliki watak yang berbeda jauh, Chang kecanduan minuman keras, sedangkan Eng tidak minum minuman keras. Keadaan ini mendorong para pemikir untuk mempertimbangkan apakah tidak ada faktor lain yang ikut terlibat di samping keturunan dan lingkungannya. Adalah salah jika mengharapkan organisme tingkat tinggi yang kompleks seperti manusia lahir hanya dari perpaduan dua faktor seperti sel sperma dan sel ovum orang tua. Hanya karena campur tangan dari faktor ketiga, faktor batin yang menghasilkan kelahiran seorang anak. Perpaduan dari dua faktor fisik saja, sperma dan ovum orang tua, tidak
dapat memberikan kesempatan bagi pembentukan janin yang merupakan paduan batin dan materi. Faktor batin harus dipadukan dengan dua faktor fisik untuk menghasilkan organisme jasmani-rohani yang membentuk janin.
(Sumber : Buku Pendidikan Agama Buddha Dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI, kurikulum 2013, cetakan ke-I tahun 2014)
Catatan :
Teori di atas membutuhkan penjelasan lebih lanjut. untuk anak-anak ku, harap rajin mengikuti pbm tatap muka ya. jangan sering-sering ijin.
No comments:
Post a Comment