01/04/2016

Kelas X/2 : Tripitaka (sejarah penulisan)


TRIPITAKA

A.    Pengertian
Tripitaka/Tipitaka berasal dari dua kata yaitu ‘Ti’ tiga, dan ‘Pitaka’ keranjang atau bagian atau kelompok. Tripitaka/Tipitaka atau 'Tiga Keranjang' terdiri dari vinaya pitaka, sutta pitaka, dan abhidhamma pitaka , dimana merupakan kitab suci yang dipakai dalam agama Buddha, dapat ditemukan dalam bahasa Pali dan bahasa Sanskerta. Perbedaan bahasa dalam kitab suci yang dipakai tersebut, akhirnya menjadi ciri khas masing-masing aliran yang ada dalam Buddhisme.
kitab Tripitaka merupakan kumpulan ajaran Buddha yang dibabarkan selama kurang lebih 45 tahun. Pembabaran Dhamma oleh Buddha tersebut ditempat yang berbeda, kepada orang yang berbeda-beda sera dengan cara yang berbeda-beda pula. Maka Wujud dari kitan suci Tripitaka tidaklah seperti kitab suci agama lain yaitu hanya satu buku yang tebal. Namun Tripitaka terdiri dari banyak jilid, banyak buku yang tidak akan selesai dibaca dan dipahami hanya dalam waktu satu bulan saja.


B.     Sejarah Penulisan Tripitaka
Satu minggu setelah Buddha mahaparinibbana, Bhikkhu Kassapa berserta rombongan 500 orang Bhikkhu melakukan perjalanan menuju Rajagaha. Sebelum sampai di Rajagaha mereka beristirahat sejenak di sebuah hutan. Ada yang beristirahat sambil duduk, berbaring, bermeditasi dan lain sebagainya. Pada saa itu, lewatlah seorang pertapa dari sekte lain dengan membawa bunga karang. Bunga karang merupakan bunga langka yang hanya waktu-waktu tertentu saja munculnya. setelah bertukar salam dan sapa, Kemudian Y.A Maha Kassapa Thera bertanya kepada pertapa itu,
Y.A. Kassapa       : “Avuso (saudaraku), apakah anda mengenal guru kami?”
Pertapa     : “ooo…tentu aku mengenalnya, Beliau adalah seorang Buddha, Guru agung para Dewa dan Manusia. Tetapi beliau telah Parinibbana seminggu yang lalu, oleh Karena itulah saya bisa menemukan dan memetik bunga karang ini”.
Y.A Kassapa        : “Baiklah saudaraku, terimakasih. Silahkan melanjutkna perjalanan anda”.

Lalu pertapa sekte lain itupun pamit dan melanjutkan perjalanannya.

Mendengar percakapan tersebut, para Bhikkhu yang batinnya belum mencapai penerangan sempurna seketika menjadi galau, sedih dan tak kuat menahan kepedihan karena teringat kepada Buddha Gotama. Ada yang menangis tersedu-sedu, ada yang menangis sampai berguling-guling, ada yang menangis sambil memukul-mukul dadanya sendiri, dan lain sebagainya. Melihat kejadian ini, Bhikkhu Subada tak tinggal diam. Bhikkhu Subadda adalah Bhikkhu yang sudah tua dan paling tua diantara rombongan Bhikkhu tersebut namun dia merupakan Bhikkhu terakhir yang ditahbiskan. Bhikkhu Subbada mengucapkan kata-kata berikut ini
“wahai kawan-kawan, janganlah menangis atau meratap, sebab kita sekarang telah terbebas dari pertapa Agung, yang tidak akan memberitahukan lagi kepada kita apa yang sesuai untuk dilakukan dan apa yang tidak, yang membuat hidup kita menderita, tetapi dapat berbuat apapun yang kita senangi dan tidak berbuat apa yang tidak kita senangi”.


Bhikkhu Maha Kassapa Thera tidak sependapat dengan bhikkhu Subhada, kemudian beliau mengkoordinir para Bhikkhu untuk menghimpun kembali dhamma yang telah dibabarkan oleh Buddha. maka diadakanlah Sidang Sangha/Sangha samaya/konsili.

KONSILI 1
Latar belakang      : Pernyataan Bhikkhu subbada
Tujuan                   : menghimpun kembali ajaran- ajaran Buddha
Tempat                 : Gua sattapani (Rajagaha)
Waktu                  : kira-kira 1 bulan setelah  Buddha parinibbana (543 SM)
Pemimpin             : Bhikkhu Maha Kassapa Thera
Peserta                  : 500 Bhikkhu arahat
Hasil                     :
1.    Bhikkhu upali mengulang Vinaya
2.    Bhikkhu ananda mengulang sutta
3.    Memberi hukuman kepada bhikkhu canna
4.    Memberi gugatan kepada bhikkhu ananda
5.    Hukuman kepada bhikkhu canna (sangha kamma)
    Yaitu : bhikkhu canna boleh berbicara apasaja kepada para bhikkhu namun para bhikkhu tidak boleh berbicara apapun kepada bhikkhu canna.

Gugatan kepada bhikkhu ananda
1.         Tidak menanyakan 10 vinaya kecil
2.         Menginjak jubah Buddha
3.         Mengijinkan wanita memberikan penghormatan pertama kepada jenazah Buddha
4.         Tidak memohon kepada Buddha untuk hidup dampai satu kalpa
5.         Memohon wanita agar diterima jadi Bhikkhuni
6.         Tidak memberikan air kepada Buddha

Penjelasan Bhikkhu ananda terhadap gugatan
1.         Karena ia dikuasai kesedihan atas parinibbana-Nya Buddha
2.         Karena tidak ada orang yang membantunua
3.         Karena ia tidak mau mereka menunggu di sana
4.         Dia di bawah pengaruh mara
5.         Karena Prajapati Gotami yang merawat Sidharta sewaktu kecil
6.         Air yang diminta Buddha adalah air sungai yang berlumpur


KONSILI 2
Tempat                 : Vesali (raja Kalasoka)
Waktu                  : kira-kira 100 tahun setelah Buddha parinibbana, tahun 443 SM
Pemimpin             : Bhikkhu Yasa
Peserta                  : 700 orang bhikkhu arahat dan non arahat
Tujuan                  : PengulangN/penyempurnaan kembali dhamma dan vinaya
Hasil                     : Penentuan otoritas daripada dhamma dan vinaya

Dalam konsili 2 ini terjadi perbedaan pendapat yang menimbulkan perpecahan. Akhirnya menjadi 2 kelompok yaitu :
1.         Maha sanghika (Mahayana) : yang menghendaki pengulanagan dhamma dan vinaya bukan hanya oleh arahat saja, tapi juga yang belum arahat (siswa).
2.         Staviravada (Theravada) : yang menghendaki pengulangan dhamma dan vinaya hanya dilakukan oleh para arahat saja.


Beberapa perbedaannya
Penafsiran
Theravada
Mahayana
Tujuan
Arahat
Sammasambuddha
Jalan pencapaian
Hasta ariya magga
Bodhisattva sila
Penekanan ajaran
Vinaya
Sutra
10 vinaya kecil
Mempertahankan
Tidak mempertahankan
10 vinaya kecil
1.      Tidak menerima emas/perak (uang).
2.      Tidak makan bila tidak diundang/dipersilahkan.
3.      Tidak makan pada sore hari sampai keesokan paginya.
4.      Tidak menyimpan garam dan mencampur dalam makanan.
5.      Tidak minum selewat waktu yg ditentukan
6.      Tidak minum yg dimuaikan.
7.      Tidak melakukan Uposatha-kamma.
8.      Tidak ber-Uposatha-kamma yg terpisah dlm vihara besar.
9.      Tidak menggunakan Nisida (kain untuk bernamskara) yg lebar
10.  Tidak mengikuti pendiksa dlm upacara tradisi kuno apapun.

KONSILI 3
Tempat     : Pataliputta (raja asoka Wardana)
Pemimpin             : Bhikkhu Tissa Moghali Putta
Waktu                  : Pada tahun 249 sebelum masehi
Peserta                  : 700 arahat dari Staviravada
Tujuan                  :
-   Menertibkan penyelewengan pada ajaran Buddha yang mengakibatkan perbedaan pendapat dan perpecahan dalam sangha
-   Mengulang sutta dan vinaya selama 9 bulan oleh arahat-arahat dari staviravada
Hasil                     :
-   Munculnya kitab Abhidhamma pitaka
-   Memutuskan untuk mengirim duta dhamma keluar negeri

KONSILI 4
Tempat                 : Aluvihara, Goa Aloka (sumber lain)
Pemimpin             : Bhikkhu Mahinda (raja Wata gamanabaya)
Waktu                  : Pada tahun 83 sebelum masehi
Peserta                  : 500 Bhikkhu terpelajar
Tujuan                  : Menertibkan penyelewengan-penyelewengan ajaran Buddha yang disebabkan kaum brahmanisme.
Hasil                     :
-   Pengulangan kitab Tripitaka secara oral
-   Penulisan kitab suci Tripitaka dan atakatanya di atas daun lontar

KONSILI 5
Tempat                 : Khasmir
Pemimpin             : Bhikkhu Vasumitra
Waktu                  : Tahun 78-103 masehi
Peserta                  : 500 bhikkhu dari Mahasanghika
Tujuan                  : Keinginan untuk mengakhiri pertikaian antara sekte tentang    
  penafsiran vinaya dan sutta
Hasil                     : Ditulis naskah-naskah sansekerta pada kepingan-kepingan
  perunggu dan disimpan di dalam stupa
KONSILI 6
Tempat                 : Mandalay (Birma)
Pemimpin             : Para acarya Mahathera (raja Mindon)
Waktu                  : Tahun 1871 Masehi
Peserta                  : 2400 Mahathera (dari Staviravada)
Tujuan                  : Menyiapkan keseragaman edisi kitab  suci Tipitaka
Hasil                     : Kitab Tipitaka pali ditulis dalam       lempengan marmer dan
  disimpan di bukit Mandalay (729 buah)

KONSILI 7
Tempat                 : Rangoon (Birma)
Pemimpin             : Para bhikkhu terpelajar dari; India, Srilanka, Nepal, Kamboja,
  Thailand, Laos dan Pakistan
Waktu                  : Purnama sidhi Waisak (mei 1956)
Peserta                  : Tidak diketahui
Tujuan                  : Membangkitkan kembali agama Buddha di dunia
Hasil                     : Kitab suci Tipitaka diterjemahkan dalam bahasa lain, Inggris,
  Jerman, China

1 comment:

  1. to : anak-anak ku tercinta.
    beberapa catatan dalam materi di atas butuh penjelasan lebih lanjut. harus di bahas saat tatap muka. jadi rajin dateng ya Caahhh... jangan sering-sering ijin.

    ReplyDelete