29/04/2016

Kelas X/2 : Ikhtisar Tripitaka



 Ikhtisar Tripitaka


Kitab suci agama Buddha yang paling tua yang diketahui hingga sekarang tertulis dalam bahasa Pâli dan Sansekerta; terbagi dalam tiga kelompok besar yang dikenal sebagai 'pitaka' atau 'keranjang', yaitu :

1.Vinaya Pitaka
2. Sutta Pitaka,
3. Abhidhamma Pitaka

Oleh karena itu Kitab Suci agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pâli) atau Tripitaka (sansekerta). Di antara kedua versi Pâli dan Sansekerta itu, pada dewasa ini hanya Kitab Suci Tipitaka (Pâli) yang masih terpelihara secara lengkap, dan Tipitaka (Pâli) ini pulalah yang merupakan kitab suci bagi agama Buddha mazhab Theravâda (Pâli Canon).

1.       VINAYA PITAKA
Secara etimologis, "Vinaya" berarti    : disiplin, peraturan, tata tertib.
secara umum, "Vinaya" berarti : melenyapkan, menghapus, menghilangkan (asava/kekotoran batin).

Sedangkan kata "Pitaka" jika dilihat dari historisnya maka artinya adalah 'keranjang' atau 'wadah'. Jadi Vinaya Pitaka merupakan bagian dati Tripitaka yang berisi tentang disiplin, peraturan, tata tertib.
Vinaya Pitaka berisi hal-hal yang berkenaan dengan peraturan-peraturan bagi para bhikkhu dan bhikkhuni; terdiri atas tiga bagian :

a.    Sutta Vibhanga
Kitab Sutta Vibhanga berisi peraturan-peraturan bagi para bhikkhu dan bhikkhuni. Bhikkhu-vibanga berisi 227 peraturan yang mencakup delapan jenis pelanggaran, di antaranya terdapat empat pelanggaran yang menyebabkan dikeluarkannya seorang bhikkhu dari Sangha dan tidak dapat menjadi bhikkhu lagi seumur hidup. Keempat pelanggaran itu adalah : berhubungan kelamin, mencuri, membunuh atau menganjurkan orang lain bunuh diri, dan membanggakan diri secara tidak benar tentang tingkat-tingkat kesucian atau kekuatan-kekuatan batin luar biasa yang dicapai. untuk ketujuh jenis pelanggaran yang lain ditetapkan hukuman dan pembersihan yang sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang bersangkutan. Bhikkhuni-vibanga berisi peraturan-peraturan yang serupa bagi para Bhikkhuni, hanya jumlahnya lebih banyak

b.    Khandhaka
Kitab Khandhaka terbagi atas Mahâvagga dan Cullavagga. Kitab Mahâvagga berisi peraturan-peraturan dan uraian tentang upacara penahbisan bhikkhu, upacara Uposatha pada saat bulan purnama dan bulan baru di mana dibacakan Pâtimokkha (peraturan disiplin bagi para bhikkhu), peraturan tentang tempat tinggal selama musim hujan (vassa), upacara pada akhir vassa (pavâranâ), peraturan-peraturan mengenai jubah Kathina setiap tahun, peraturan-peraturan bagi bhikkhu yang sakit, peraturan tentang tidur, tentang bahan jubah, tata cara melaksanakan sanghakamma (upacara sangha), dan tata cara dalam hal terjadi perpecahan.
Kitab Cullavagga berisi peraturan-peraturan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran, tata cara penerimaan kembali seorang bhikkhu ke dalam Sangha setelah melakukan pembersihan atas pelanggarannya, tata cara untuk menangani masalah-masalah yang timbul, berbagai peraturan yang mengatur cara mandi, mengenakan jubah, menggunakan tempat tinggal, peralatan, tempat bermalam dan sebagainya, mengenai perpecahan kelompok-kelompok bhikkhu, kewajiban-kewajiban guru (âcariyâ) dan calon bhikkhu (sâmanera), pengucilan dari upacara pembacaan Pâtimokkha, penahbisan dan bimbingan bagi bhikkhuni, kisah mengenai Pesamuan Agung Pertama di Râjagaha, dan kisah mengenai Pesamuan Agung Kedua di Vesali.

c.    Parivâra
Kitab Parivâra memuat ringkasan dan pengelompokan peraturan-peraturan Vinaya, yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk dipergunakan dalam pengajaran dan ujian.

Vinaya Pitaka, bagian pertama dari Tipitaka, adalah landasan tekstual dimana komunitas monastik (Sangha) dibangun. Bukan hanya berisi tentang aturan-aturan yang mengatur kehidupan dari bhikkhu (biarawan) dan bhikkhuni (biarawati) Theravada, tetapi juga berisi prosedur dan konvensi etika yang mendukung hubungan harmonis, bagi para anggota monastik itu sendiri, dan antara anggota monastik dan umat awam yang menyokongnya, dimana kepada mereka kebutuhan materialnya bergantung.
Ketika sang Buddha pertama kali mendirikan Sangha, komunitas tersebuat awalnya hidup dengan harmonis tanpa ada aturan yang tersusun. Seiring dengan Sangha perlahan berkembang menjadi besar dan berubah menjadi komunitas yang lebih kompleks, kejadian-kejadian tidak dapat dihindari untuk terjadi ketika seorang anggota bertindak dengan tidak terampil. Ketika salah satu dari kasus ini laporkan kepada Sang Buddha, beliau akan mengeluarkan aturan untuk memberikan hukuman untuk pelanggaran itu, untuk mencegah perbuatan salah tersebut lagi dimasa yang akan datang. Teguran standar Sang Buddha sendiri sangat membangun.


2.       SUTTA PITAKA
Sutta pitaka adalah bagian dari tri pitaka yang  berisi khotbah-khotbah Sang Buddha.
Sutta Pitaka terdiri atas lima 'kumpulan' (nikâya) atau buku, yaitu :

a.       Dîgha Nikâya,
Merupakan buku pertama dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 34 Sutta panjang, dan terbagi menjadi tiga vagga : Sîlakkhandhavagga, Mahâvagga dan Pâtikavagga. Beberapa di antara sutta-sutta yang terkenal ialah : Brahmajâla Sutta (yang memuat 62 macam pandangan salah), Samannaphala Sutta (menguraikan buah kehidupan seorang petapa), Sigâlovâda Sutta (memuat patokan-patokan yang penting bagi kehidupan sehari-sehari umat berumah tangga), Mahâsatipatthâna Sutta (memuat secara lengkap tuntunan untuk meditasi Pandangan Terang, Vipassanâ), Mahâparinibbâna Sutta (kisah mengenai hari-hari terakhir Sang Buddha Gotama).
- Bramajala Sutta: "Jala para Brahma" Sang Buddha bersabda bahwa Beliau mendapat penghormatan bukan semata-mata karena kesusilaan, melainkan karena kebijaksanaan yang mendalam yang beliau temukan dan nyatakan. Beliau memberikan sebuah daftar berisi 62 bentuk spekulasi mengenai dunia dan pribadi dari guru-guru lain.

- Samannaphala Sutta: "Pahala yang dimiliki oleh tiap pertapa". Kepada Ajatasattu yang berkunjung pada Sang Buddha, Beliau menerangkan keuntungan menjadi seorang Bhikkhu, dari tingkat terendah sampai tingkat Arahat.

- Ambattha Sutta: Percakapan antara Sang Buddha dengan Ambattha mengenai kasta, yang sebagian memuat cerita tentang raja Okkaka, leluhur Sang Buddha.

- Aganna Sutta: perbincangan mengenai kasta dengan penjelasan mengenai asal mula benda-benda, asal mula kasta-kasta dan artinya yang sesungguhnya. 

- Sigalovada Sutta: Sang Buddha menemukan Sigala sedang memuja enam arah. Beliau menguraikan kewajiban seorang umat dengan menjelaskan bahwa pemujaan itu adalah menunaikan kewajiban terhadap enam kelompok orang (orang tua, guru, sahabat dan lain-lain).

b.       MajjhimaNikâya
Merupakan buku kedua dari Sutta Pitaka yang memuat kotbah-kotbah menengah. Buku ini terdiri atas tiga bagian (pannâsa); dua pannâsa pertama terdiri atas 50 sutta dan pannâsa terakhir terdiri atas 52 sutta; seluruhnya berjumlah 152 sutta. Beberapa sutta di antaranya ialah : Ratthapâla Sutta, Vâsettha Sutta, Angulimâla Sutta, Ânâpânasati Sutta, Kâyagatasati Sutta dan sebagainya.
- Jivaka Sutta: Jivaka mengajukan pertanyaan apakah benar Sang Buddha menyetujui pembunuhan dan memakan daging. Sang Buddha menunjukkan dengan contoh bahwa itu tidak benar dan bahwa seorang bhikkhu makan daging hanya jika ia tidak melihat, mendengar dan menduga bahwa daging itu khusus dibuat untuknya.

c.       Samyutta Nikâya,
    Merupakan bukun bagian dari Sutta Pitaka yang terdiri atas 7.762 sutta. Buku ini dibagi menjadi lima vagga utama dan 56 bagian yang disebut Samyutta. Bebebapa samyutta diantaranya sebagai berikut.     


d. Anguttara Nikâya
Merupakan buku bagian dari Sutta Pitaka, yang terbagi atas sebelas nipâta (bagian) dan meliputi 9.557 sutta. Sutta-sutta disusun menurut urutan bernomor, untuk memudahkan pengingatan.

1). Ekaka Nipata: (yang serba satu) misalnya pikiran terpusat/tidak terpusat; usaha ketekunan Sang Buddha dan sebagainya.

2) Duka: (yang serba dua), dua jenis kamma vipaka yaitu yang membuahkan hasil dalam kehidupan sekarang maupun yang membawa kepada tumimbal lahir dan seterusnya; dua jenis dana; dua golongan Bhikkhu dan sebagainya.

3). Tika: (yang serba tiga), tiga pelanggaran melalui jasmani, ucapan dan pikiran; tiga perbuatan yang patut dipuji yaitu kedermawanan, penglepasan, dan pemeliharaan orang tua; dan sebagainya.

4). Catuka: (yang serba empat), empat jenis orang yaitu tidak bijaksana dan tidak beriman; tidak bijaksana tapi beriman; bijaksana tapi tidak beriman, bijaksana dan beriman; empat jenis kebahagiaan (empat Brahma Vihara, empat sifat yang menjaga Bhikkhu dari kekeliruan); empat cara pemusatan diri dan sebagainya.

5). Pancaka: (yang serba lima), lima ciri yang baik dari seorang siswa; lima rintangan batin; lima obyek meditasi; lima sifat buruk; lima perbuatan baik; dan sebagainya.

6). Chakka: kewajiban rangkap enam dari seorang Bhikkhu.

7). Sattaka: tujuh jenis kekayaan; tujuh jenis kemelekatan.

8). Atthaka: delapan sebab kesadaran; delapan sebab pemberian dana; delapan sebab gempa bumi.

9). Navaka: sembilan perenungan; sembilan jenis manusia.

10). Dasaka: sepuluh perenungan, sepuluh jenis penyucian batin.

11). Ekadasaka: sebelas jenis kebahagian / jalan menuju nibbana; sebelas sifat-sifat baik dan buruk dari seorang pengembala dan Bhikkhu.



e.       Khuddaka Nikâya,
   Merupakan buku kelima dari Sutta Pitaka yang terdiri atas kumpulan lima belas kitab, yaitu :
1).  Khuddakapâtha, yaitu rumusan dalam bentuk risalah-risalah yang berisi 9 rumusan secara bertingkat yang dijadikan panduan bagi pasa samana untuk melatih diri. 
   berisi empat teks : Saranattâya, Dasasikkhapâda, Dvattimsakâra, Kumârapañha, lima sutta : Mangala, Ratana, Tirokudda, Nidhikanda dan Metta Sutta.

2).  Dhammapada, terdiri atas 423 syair yang dibagi menjadi dua 26 vagga. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

3).  Udâna, merupakan kumpulan delapan puluh sutta, yang terbagi menjadi delapan vagga. Kitab ini memuat ucapan-ucapan Sang Buddha yang disabdakan pada berbagai kesempatan. Suatu syair-syair inspirasi yang disertai suatu cerita mengenai suatu keadaan/peristiwa yang penting.

4).  Itivuttaka, berisi 110 sutta, yang masing-masing dimulai dengan kata-kata : vuttam hetam bhagavâ (demikianlah sabda Sang Bhagavâ).

5).  Sutta Nipâta, terdiri atas lima vagga : Uraga, Cûla, Mahâ, Atthaka dan Pârâyana Vagga. Empat vagga pertama terdiri atas 54 prosa berirama, sedang vagga kelima terdiri atas enam belas sutta.

6).  Vimânavatthu, menerangkan keagungan dari bermacam-macam alam deva, yang diperoleh melalui perbuatan-perbuatan berjasa.

7).  Petavatthu, merupakan kumpulan cerita mengenai orang-orang yang lahir di alam Peta akibat dari perbuatan-perbuatan tidak baik.

8).  Theragâthâ, kumpulan syair-syair, yang disusun oleh para Thera semasa hidup Sang Buddha. Beberapa syair berisi riwayat hidup para Thera, sedang lainnya berisi pujian yang diucapkan oleh para Thera atas Pembebasan yang telah dicapai.

9).  Therigâthâ, buku yang serupa dengan Theragâthâ yang merupakan kumpulan dari ucapan para Theri semasa hidup Sang Buddha.

10).  Jâtaka, berisi cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang Buddha yang terdahulu, ketika beliau hidup sebagai Bodhisattva. Terdiri dari 22 nipata, 547 cerita.

11).  Niddesa, terbagi menjadi dua buku : Culla-Niddesa dan Mahâ-Niddesa. Culla-Niddesa berisi komentar atas Khaggavisâna Sutta yang terdapat dalam Pârâyana Vagga dari Sutta Nipâta; sedang Mahâ-Niddesa menguraikan enam belas sutta yang terdapat dalam Atthaka Vagga dari Sutta Nipâta.

12).  Patisambhidâmagga, berisi uraian skolastik tentang jalan untuk mencapai pengetahuan suci, merupakan analisis Abhidhamma. Buku ini terdiri atas tiga vagga : Mahâvagga, Yuganaddhavagga dan Paññâvagga, tiap-tiap vagga berisi sepuluh topik (kathâ).

13).  Apadâna, berisi riwayat hidup dari 550 bhikkhu, dan riwayat hidup dari 40 bhikkhuni, yang semuanya hidup pada masa Sang Buddha.

14).  Buddhavamsa, terdiri atas syair-syair yang menceritakan kehidupan dari 25 Buddha, dan Buddha Gotama adalah yang paling akhir.

15).  Cariyâpitaka, berisi cerita-cerita mengenai kehidupan-kehidupan Sang    Buddha yang terdahulu dalam bentuk syair, terutama menerangkan tentang 10 pâramî yang dijalankan oleh Beliau sebelum mencapai Penerangan Sempurna, dan tiap-tiap cerita disebut Cariyâ.

16).  Nettippakarana (hanya pada Tipiṭaka Bahasa Burma)

17).  Peṭakopadesa (hanya pada Tipiṭaka Bahasa Burma).

18).  Milindapañha — Pertanyaaan Milinda (hanya pada Tipiṭaka edisi Birma)


   3. ABHIDHAMMA PITAKA
        Abhidhamma pitaka adalah bagian dari kita Tripitaka yang berisi tentang      uraian          mengenai filsafat, metafisika, psikologi Buddha Dhamma. yang terdiri dari 42.000 Dhamma khanda. 

   *Pembabaran Abhidhamma.
Dalam kitab suci Tripitaka terdapat kisah yang berkaitan dengan Abhidhamma.
-    Pada minggu ke-4 setelah pencapaian penerangan agung, Buddha berdiam di kamar batu permata dan bermeditasi mengenai Abhidhamma.

-    Pada tahun ke-7 setelah penerangan sempurna, Buddha mengunjungi sorga Tusita memberikan ajaran Abhidhamma kepada ibu-Nya (dewi Mahamaya) secara terperinci. Pada waktu yang bersamaan, Buddha mengajarkan Abhidhamma kepada Y.A Sariputta di hutan kayu cendana secara singkat, dengan menggunakan kekuatan Abina.

-    Y.A Sariputta mengajarkan Abhidhamma kepada 500 Bhikkhu secara tidak terperinci dan juga tidak singkat.

-   Y.A Maha Kassapa mengulang ajaran Abhidhamma setelah Buddha Mahaparinibbana, yaitu pada konsili III.

Abhidhamma pitaka dibagi menjadi 7 kitab yaitu:
1.  Dhammasangani : Menguraikan perincian paramatha dhamma yaitu citta (pikiran/kesadaran), rupa (jasmani), nikhepa (ringkasan), atuddhara (penjelasan)

2.  Vibhanga : Menguraikan pembagian dari paramatha, yang terdiri dari  khanda (kelompok kehidupan), ayatana (landasan indera), dhatu (unsur).

3.  Dhatukatha : Menguraikan unsur-unsur batin dari paramatha dhamma

4.  Puggala pannati : Menguraikan tentang jenis-jenis puggala, terdiri dari 10 bab.

5.  Kathavathu : Menguraikan paramatha dalam bentuk Tanya jawab yang terbagi menjadi 23 bab.

6.  Yamaka : Menguraikan paramatha dhamma secara berpasangan. Terdiri dari 10 bab yaitu ; mula, khanda, ayatana, dhatu, sacca, sankhara, anusaya (kecenderungan laten), citta, dhamma, indriya.

7.  Patthana : Menguraikan 24 paccaya (hubungan-hubungan antara batin dan jasmani).


Note : 
untuk anak-anak ku, catatan di atas membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Maka usahakan dapat selalu hadir saat pertemuan. jangan sering-sering ijin yaa.. apalagi bolos. 

15/04/2016

Kelas XI/2 : Empat Kebenaran Mulia (Catur Ariya Sacca)



A.    Pengertian
Secara harfiah berarti empat kebenaran mulia. Disebut “mulia” karena jika seseorang mampu memahami dan menembusnya dengan sepenuhnya maka akan membawa orang tersebut mencapai kemuliaan yaitu mencapai tingkat kesucian yang membawanya pada tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibana. Keempat kebenaran itu adalah;
1.    Dukkha ariya sacca atau kebenaran mulia tentang dukkha
2.    Dukkha samudaya ariya sacca atau kebenran mulia tentang sebab duka
3.    Dukkha nirodha ariya sacca atau kebenaran mulia tentang lenyapnya dukkha
4.    Dukkha nirodha gaminipatipada ariya sacca atau kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapknya dukkha

Dalam Dhammacakkapavatana sutta, Buddha menguraikan pengetahuan-Nya dalam memahami catur ariya sacca ini dalam tiga tahap duabelas segi  pandangan, yaitu;
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Inilah Kebenaran mulia tentang Dukkha
Kebenaran mulia tentang dukkha harus dipahami sepenuhnya
Kebenaran mulia tentang dukkha telah dipahami sepenuhnya
Inilah kebenaran mulia tentang sebab dukkha
Kebenaran mulia tentang sebab dukkha harus dilenyapkan
Kebenaran mulia tentang sebab dukkha telah dilenyapkan
Inilah kebenaran mulia tentang lenyapnya dukkha
Kebenaran mulia tentang lenyapnya dukkha harus dicapai/direalisasikan
Kebenaran mulia tentang lenyapnya dukkha telah dicapai/direalisasikan
Inilah kebenran mulia tentang jalan menuju lenyapnya dukkha
Kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya dukkha harus dikembangkan
Kebenran mulia tentang lenyapnya dukkha telah dikembangkan


B.     Isi Catur Ariya Saca
Berikut ini akan dijelaskan satu persatu mengenai urutan isi dari hukum catur ariya sacca.
1.    Dukkha ariya sacca = kebenaran mulia tentang dukkha
Dukkha berarti sesuatu yang tidak memuaskan, tidak menyenangkan, tidak dapat ditanggung. Secara umum kita menyebutnya sebagai penderitaan. Ada tiga macam dukkha yaitu;
-       Dukkha-dukkha ; yaitu dukkha biasa, dukkha yang umum yang biasa kita lihat dan rasakan secara langsung. Contoh; sakit, sedih, marah, kehilangan dengan yang dicintai, mendapatkan yang tidak diharapkan, dll.

-       Viparinama dukkha ; yaitu dukkha yang bersifat laten atau dukkha yang potensial, yang terdapat dalam sesuatu yang membahagiakan sekalipun. Dukkha ini merupakan dukkha yang dapat muncul sewaktu-waktu tanpa bisa kita mencegahnya. Contoh; seseorang anak yang sangat menginginkan sepatu baru pasti sangat bahagia jika mendapatkan sepatu seperti yang diinginkannya, namun dia tidak dapat menyuruh sepatu itu untuk terus bersamanya dan terus bagus selamanya. Suatu saat sepatu itu bisa hilang atau rusak, dan dari situ muncullah dukkha. Inilah viparinama dukkha

-       Sankhara dukkha ; yaitu dukkha sebagai akibat dari keadaan berkondisi. Ini bisa diartikan bahwa segala sesuatu itu hanya bersifat semu semata, inilah sankhara dukkha. Dapat kita renungkan pernyataan yang sering kita dengar dalam salah satu film Buddhis “kosong adalah isi, isi adalah kosong”. Artinya kosong dari inti namun isi/ada dari bentukan gabungan unsur-unsur pembentuknya.


Untuk direnungkan

Seseorang yang tidak menyadari bahwa di tubuhnya terdapat suatu penyakit berbahaya, maka ia tidak akan tertarik untuk mencari penyembuhannya. Saat penyakitnya makin parah, maka sulit baginya untuk sembuh. Demikian pula seseorang yang tidak menyadari bahwa hidup ini syarat dengan dukkha maka ia akan sulit untuk dapat melihat Dhamma. untu alasan inilah “dukkha” diletakkan pada urutan pertama dalam catur ariya sacca.

2.    Dukka samudaya ariya sacca = kebenaran mulia tentang sebab dukkha
Buddha menyatakan bahwa sebab dari dukkha adalah Tanha. Yaitu keinginan yang terus menerus dan tidak ada habisnya. Seseorang yang cenderung memuaskan atau memenuhi setiap kali keinginannya, ibarat sedang meminum air laut. Semakin diminum semakin haus dan tak pernah bisa puas kecuali dia mengendalikan diri dan berhenti. Contoh; seseorang yang tidak punya sepeda ingin punya sepeda, setelah punya sepeda ingin punya motor, setelah punya motor ingin punya mobil, setelah punya mobil ingin punya pesawat, dst.
Tanha inilah yang menjadi penyebab kesulitan-kesulitan hidup, dan sifat dari tanha ini adalah menimbulkan kecanduan, ketagihan, atau kecenderungan untuk terus dan terus memuaskan keinginan. Secara umum, tanha digolongkan menjadi tiga macam yaitu;
a.    Kama tanha : Yaitu kecanduan akan kenikmatan nafsu indera
b.    Bhava tanha : Yaitu kecanduan akan kelangsungan hidup dan kelahiran kembali (keinginan untuk terus berlangsung/menginginkan obyek).
c.    Vibhava tanha : Yaitu kecanduan akan pemusnahan diri (keinginan untuk tidak terus berlangsung/menolak obyek)

3.    Dukkha nirodha ariya sacca = kebenaran mulia tentang lenyapnya dukkha
Jika penyebabnya telah diketahui, maka untuk melenyapkan dukkha itu adalah dengan melenyapkan penyebabnya yaitu melenyapkan Tanha. Lenyapnya Dukkha adalah dengan lenyapnya Tanha. Kondisi lenyapnya tanha inilah yang juga dikenal dengan Nibbana.

4.    Dukkha nirodha gamini patipada ariya sacca = kebenaran mulia tentang jalan menuju lenyapnya dukkha
Jalan/cara untuk melenyapkan dukkha adalah dengan mempraktikkan hasta ariya magga atau jalan mulia berunsur delapan. Jalan mulia berunsur delapan ini juga disebut sebagai jalan tengah, karena menghidari dua jalan ekstrim yaitu ;
a.    Usaha mencari kebahagiaan dengan cara pemuasan dan memenuhi nafsu-nafsu indera.
b.    Usaha mencari kebahagiaan dengan cara menyiksa diri.

Jalan mulia berunsur delapan menghindari dua jalan ekstrim tersebut. Inilah urutan dari jalan mulia berunsur delapan.
a.       Samma ditthi           = pandangan benar
b.       Samma sankapa      = pikiran benar
c.       Samma vacca         = ucapan benar
d.       Samma kammanta   = perbuatan benar
e.    Samma ajiva           = penghidupan benar
f.         Samma vayama      = daya upaya benar/usaha benar
g.        Samma sati             = perhatian benar
h.       Samma Samadhi     = konsentrasi benar

Hasta ariya magga ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu sila, Samadhi dan panna. Pada jaman kehidupan Buddha, kelompok panna diletakkan diurutkan pertama karena berkaitan dengan kondisi masyarakat pada waktu itu yang menganut dua pandangan ekstrim yang sama-sama tidak bermanfaa, yaitu penyiksaan diri berlebihan dan pemuasan nafsu berlebihan. (penjelasan rinci oleh guru dan diskusi bersama)





Samma ditthi
Samma sankapa
Panna
Kebijaksanaan
Samma vacca
Samma kamanta
Samma ajiva
Sila
Moralitas
Samma vayama
Samma sati
Samma samadhi
Samadhi
Pengembangan batin

Secara teknis, Buddha sangat runtut mengurutkan rangkaian empat kebenaran tersebut. Pertama-tama Buddha membuka mata kita bahwa dunia ini diliputi oleh dukkha, Buddha menunjukkan bahwa kita harus dapat menyadari kebenaran ini, kemudian menyelidiki dan mengetahui penyebabnya, mengetahui lenyapnya dan untuk selanjutnya menunjukkan jalan untuk dapat terbebas dari segala dukkha tersebut.
Semua yang ditunjukkan Buddha ini dapat kita lihat secara nyata dalam kehidupan ini juga dan saat ini juga. Tidak dengan menunggu kelak dan besok-besok, inilah yang benar-benar real/nyata, benar-benar ada dalamkehidupan kita, bukannya menunggu setelah kita mati. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kondisi dunia ini sangat genting/gawat maka kita harus segera menyadarinya.
Dalam salah satu sutra, Buddha mengibaratkan dunia ini seperti rumah yang sedang terbakar, sedangkan di dalamnya terdapat anak-anak kecil yang sedang asik bermain tanpa menyadari bahaya ini.
            Berikut ini penjelasan tentang jalan mulia berunsur delapan atau hasta ariya magga;
a.       Pandangan benar (samma ditthi)
Yaitu  pemahaman segala sesuatu sebagaimana adanya. Memiliki pemahaman terhadap hukum kesunyataan, catur ariya sacca, kamma dan punabhava, tilakkhana, paticcasamuppada. Pemahaman akan empat hukum kesunyataan ini membawa seseorang untuk memandang dunia ini secara obyektif, apa adanya.

b.       Pikiran benar (samma sankapa)
adalah pemikiran yang terbebas dari tiga akar kejahatan yaiti lobha, dosa dan moha. Tiga aspek dari pikiran benar adalah; pertama, hendaknya seseorang tidak melekat terhadap kesenangan duniawi, tidak memntingkan diri sendiri/egois. Kedua, seseorang hendaknya memelihara cinta kasih, niat baik dan kebajikan dalam pikirannya. Ketiga, hendkanya seseorang berpikir untuk tidak menyakiti mahkluk lain atau orang lain.

c.       Ucapan benar (samma vacca)
adalah menghormati kebenaran dan menghormati kesejahteraan orang lain dalam berucap. Hal ini berarti menghindari berdusta, fitnah, kata-kata kasar dan omong kosong. Ada istilah “lidah lebih tajam dari pedang”. Ini berarti kata-kata bisa lebih menyakitkan jika diucapkan secara sembarangan. ‘ucapan yang  menyenangkan itu manis bagai madu, ucapan yang penuh kebenaran itu indah bagai bunga, dan ucapan yang salah itu tidak berguna seperti sampah’.

d.       Perbuatan benar (samma kammanta)
adalah perbuatan yang meliputi rasa hormat/menghargai kehidupa, (tidak membunuh, menganiaya), menghormati kepemilikan orang lain (tidak mencuri atau mengakui yang bukan hak nya), dan menghormati hubungan social dalam masyarakat dan kehidupan pribadi (tidak berbuat asusila, tidak berbuat asusila).

e.       Mata pencaharian benar (samma ajiva)
adalah penghidupan yang menyangkut bagaimana kita mancari nafkah dalam masyarakat. Berikut jenis mata pencaharian yang dianjurkan oleh Buddha yaitu;
Tidak berdagang mahkluk hidup
Tidak berdagang  senjata
Tidak berdagang daging
Tidak berdagang minuman keras
Tidak berdagang racun.
f.        Usaha benar (samma wayama)
adalah suatu niat positif dan antusias dalam hal-hal yang kita lakukan. Terdapat empat usaha benar yaitu
Usaha untuk mencegah sifat buruk muncul dalam diri kita
Usaha untuk melenyapkan sifat buruk yang telah ada dalam diri kita
Usaha untuk memunculkan sifat baik dalam diri kita
Usaha untuk mengembangkan/melestarikan sifat baik yang telah ada dalam diri kita.

g.       Perhatian benar (samma sati)
Yaitu merupakan latihan vipassana bhavana, yang mengarahkan pikiran untuk mengamati atau memperhatikan dengan seksama gerak gerik dari empat unsure berikut ini yaitu ;
1)    kaya nupassana             : Perhatian dengan seksama terhadap gerak gerik jasmani
2)    vedana nupassana         : Perhatian dengan seksama terhadap perasaan
3)    citta nupassana                         : Perhatian dengan seksama terhadap gerak gerik pikiran
4)    dhamma nupassana       : Perhatian dengan seksama terhadap obyek mental

h.       konsentrasi benar (samma Samadhi)
adalah penerapan terus menerus dari perhatian pada suatu obyek tanpa terpecah pikirannya. Konsentrasi adalah praktik mengembangkan pemusatan pikiran pada satu obyek tunggal, baik fisik maupun mental.


NOTE : 
to anak-anak ku ; catatan di atas memerlukan penjelasan lebih lanjut. harap rutin mengkuti kegiatan PBM dan tatap muka.